Entri Populer

Sabtu, 10 Maret 2012

PERMISALAN HIDUP DI DUNIA...

 ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKKATUH...
Seorang mukmin hidup di dunia ibaratnya seperti orang asing atau musafir. Suatu permisalan yang penuh makna dan pesan yang agung. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda, "Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian)." Lalu Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu menyatakan, "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR. Al-Bukhariy no.6416)
Para 'ulama menjelaskan hadits ini dengan mengatakan, "Janganlah engkau condong kepada dunia; janganlah engkau menjadikannya sebagai tempat tinggal (untuk selama-lamanya -pent); janganlah terbetik dalam hatimu untuk tinggal lama padanya; dan janganlah engkau terikat dengannya kecuali sebagaimana terikatnya orang asing di negeri keterasingannya (yakni orang asing tidak akan terikat di tempat tersebut kecuali sedikit sekali dari sesuatu yang dia butuhkan �pent.); dan janganlah engkau tersibukkan padanya dengan sesuatu yang orang asing yang ingin pulang ke keluarganya tidak tersibukkan dengannya; dan Allah-lah yang memberi taufiq."

Permisalan Seorang Mukmin di Dunia
Inilah permisalan yang disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan inilah kenyataannya. Karena sesungguhnya seseorang di dunia ibaratnya seorang musafir. Maka dunia bukanlah tempat tinggal yang tetap (selama-lamanya). Bahkan dunia itu sekedar tempat lewat yang cepat berlalunya. Orang yang melewatinya tidak pernah merasa letih baik malam maupun siang hari.
Adapun seorang musafir biasa, kadang-kadang dia singgah di suatu tempat lalu dia bisa beristirahat. Akan tetapi musafir dunia (yakni permisalan orang mukmin di dunia �pent.) tidak pernah singgah, dia terus-menerus dalam keadaan safar (perjalanan). Berarti setiap saat dia telah menempuh suatu jarak dari dunia ini yang mendekatkannya ke negeri akhirat.
Maka bagaimana sangkaanmu terhadap suatu perjalanan yang pelakunya senantiasa berjalan dan terus bergerak, bukankah dia akan sampai ke tempat tujuan dengan cepat? Tentu, dia akan cepat sampai. Karena inilah Allah Ta'ala menyatakan,
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
"Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari." (An-Naazi'aat:46)

Makna Hadits Ini
Berkata Ath-Thibiy, "Kata 'atau' (dalam hadits ini) tidaklah menunjukkan keraguan bahkan menunjukkan pilihan dan kebolehan dan yang paling baiknya adalah bermakna 'bahkan'." Yakni maknanya: "Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau bahkan seperti musafir."
Orang mukmin ketika hidup di dunia, kedudukannya seperti orang asing. Maka hatinya pun tidak akan terikat dengan sesuatu di negeri keterasingannya tersebut. Bahkan hatinya terikat dengan tempat tinggal (negerinya) yang dia akan kembali kepadanya. Dan dia menjadikan tinggalnya di dunia hanya sekedar untuk menunaikan kebutuhannya dan mempersiapkan diri untuk kembali ke negerinya. Inilah keadaan orang yang asing.
Atau bahkan seorang mukmin itu seperti musafir yang tidak pernah menetap di suatu tempat tertentu. Bahkan dia terus-menerus berjalan menuju tempat tinggalnya.
Maka seorang mukmin hidup di dunia ini ibaratnya seperti seorang hamba yang ditugaskan oleh tuannya untuk suatu keperluan ke suatu negeri. Hamba tersebut tentunya ingin bersegera melaksanakan apa yang ditugaskan oleh tuannya lalu kembali ke negerinya. Dan dia tidak akan terikat dengan sesuatu kecuali apa yang ditugaskan oleh tuannya.

Keadaan Orang Asing dan Musafir
Berkata Al-Imam Abul Hasan 'Ali bin Khalaf di dalam Syarh Al-Bukhariy, "Berkata Abu Zinad, "Makna hadits ini adalah anjuran untuk sedikit bergaul dan berkumpul serta zuhud terhadap dunia."
Kemudian Abul Hasan berkata, "Penjelasannya adalah bahwa orang asing biasanya sedikit berkumpul dengan manusia sehingga terasing dari mereka. Karena hampir-hampir dia tidak pernah melewati orang yang dikenalnya dan diakrabinya serta orang-orang yang biasanya berkumpul dengannya. Sehingga dia pun merasa rendah diri dan takut.
Demikian pula dengan seorang musafir. Dia tidak melakukan perjalanan melainkan sekedar kekuatannya. Dan dia pun hanya membawa beban yang ringan agar tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia tidak membawa apa-apa kecuali hanya sekedar bekal dan kendaraan sebatas yang dapat menyampaikannya kepada tujuan.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap dunia dimaksudkan agar dapat sampai kepada tujuan dan mencegah kegagalan. Seperti halnya seorang musafir. Dia tidak membutuhkan membawa bekal yang banyak kecuali sekedar apa yang bisa menyampaikannya ke tempat tujuan.
Demikian pula halnya dengan seorang mukmin dalam kehidupan di dunia ini. Dia tidak membutuhkan banyak bekal kecuali hanya sekedar bekal untuk mencapai tujuan hidupnya yakni negeri akhirat."
Dia tidak mengambil bagian dari dunia ini kecuali apa-apa yang bisa membantunya untuk taat kepada Allah dan ingat negeri akhirat. Hal inilah yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat.
Berkata Al-'Izz 'Ila`uddin bin Yahya bin Hubairah, "Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan agar kita menyerupai orang asing. Karena orang asing itu apabila memasuki suatu negeri, dia tidak mau bersaing dengan penduduk pribumi. Dan tidak pula berbuat sesuatu yang mengejutkan sehingga orang-orang melihat dia melakukan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan mereka. Misalnya dalam berpakaian. Sehingga dia pun tidak bermusuhan dengan mereka. Tentunya selama dalam batasan syar'i.
Demikian pula halnya dengan seorang musafir. Dia tidak mendirikan rumah dalam perjalanannya. Dan dia menghindari perselisihan dengan manusia karena dia ingat bahwa dia tinggal bersama mereka hanyalah untuk sementara waktu saja.
Maka setiap keadaan orang asing ataupun seorang musafir adalah baik bagi seorang mukmin untuk diterapkan dalam kehidupannya di dunia. Karena dunia bukanlah negerinya, juga karena dunia telah membatasi antara dirinya dengan negerinya yang sebenarnya (yakni negeri akhirat)."
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. Dia tidaklah berlomba-lomba dan bersaing dalam masalah dunia sebagaimana orang asing. Dan juga tidak berniat tinggal seterusnya di dunia sebagaimana seorang musafir.

Jangan Menunda-nunda Amal!
Adapun perkataan Ibnu 'Umar, "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari, dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari" adalah anjuran beliau agar seorang mukmin senantiasa mempersiapkan diri terhadap datangnya kematian. Sedangkan mempersiapkan datangnya kematian adalah dengan amal shalih. Dan beliau juga menganjurkan agar memendekkan angan-angan.
Maksudnya adalah janganlah menunggu amal-amal yang bisa dikerjakan di malam hari untuk pagi hari. Bahkan bersegeralah beramal. Begitu pula tatkala pagi hari. Janganlah terbetik di dalam hatimu bahwa engkau akan bertemu dengan sore hari sehingga engkau pun akhirkan amal-amal pagimu untuk malam hari.
Ketika engkau berada di waktu sore janganlah mengatakan, "Nanti, masih ada waktu pagi". Betapa banyaknya seseorang yang berada di sore hari tidak menjumpai waktu pagi. Demikian juga ketika engkau berada di waktu pagi janganlah mengatakan, "Nanti, masih ada waktu sore." Karena betapa banyaknya seseorang yang berada di waktu pagi tetapi tidak menjumpai sore hari dikarenakan ajal menjemputnya.
Kalaupun engkau bisa menjumpai waktu pagi atau sore, belum tentu engkau bisa melakukan pekerjaan yang engkau tunda dikarenakan kesibukan menghampirimu atau sakit menimpamu. Hal ini telah diingatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya,
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
"Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu pada keduanya (yaitu): nikmat sehat dan waktu luang." (HR. Al-Bukhariy dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma)
Ketika datang waktu sakit dia baru merasakan betapa nikmatnya sehat. "Kenapa ketika sehat saya tidak menggunakannya untuk beramal shalih?" Ketika datang waktu sibuknya dia baru sadar betapa nikmatnya waktu luang. "Kenapa ketika punya waktu luang saya tidak menggunakannya untuk melakukan kebaikan?" Penyesalan selalu datang kemudian.
Kemudian beliau radhiyallahu 'anhu juga menyatakan, "Dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu" yakni bersegeralah beramal shalih ketika sehat sebelum datangnya masa sakit. Karena seseorang ketika dalam keadaan sehat maka mudah baginya untuk beramal shalih, dikarenakan dia dalam keadaan sehat, dadanya lapang, dan jiwanya dalam keadaan senang. Sedangkan orang yang sakit dadanya sempit dan jiwanya dalam keadaan tidak gembira sehingga tidak mudah baginya untuk beramal.
Hal ini pun sebagai anjuran dari beliau untuk menjaga dan mempergunakan waktu sehat dengan sebaik-baiknya serta beramal dengan sungguh-sungguh padanya. Dikarenakan khawatir dia akan mendapatkan sesuatu yang akan menghalanginya untuk beramal.

Pergunakan Umurmu dengan Sebaik-baiknya!
"Dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum datang kematianmu" yakni bersegeralah pergunakan waktu hidupmu selama engkau masih hidup (untuk beramal shalih) sebelum engkau mati. Sebagai peringatan untuk menjaga dan mempergunakan masa hidup dengan sebaik-baiknya. Karena sesungguhnya seseorang apabila mati maka terputuslah amalnya. Telah shahih hal ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau bersabda, "Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah darinya amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Demikian juga akan hilanglah angan-angannya dan muncullah penyesalannya yang besar karena keteledorannya dalam menjaga umurnya.
Dan ketahuilah bahwa kelak akan datang kepadanya suatu waktu yang panjang. Yakni tatkala dia berada di bawah tanah di mana dia tidak mampu lagi untuk beramal dan tidak memungkinkan pula baginya untuk berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla. Maka hendaknya bersegera beramal selagi masih hidup.
Sungguh alangkah luas dan tingginya pengertian hadits ini yang mengandung berbagai macam kebaikan.

Jangan Panjang Angan-angan!
Sebagian 'ulama menyatakan, "Allah Ta'ala mencela panjang angan-angan di dalam firman-Nya,
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (Al-Hijr:3)"
'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata,
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنَ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ
"Dunia berjalan meninggalkan manusia sedangkan akhirat berjalan menjemput manusia, dan masing-masing memiliki generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia. Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah amal dan belum dihisab sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi amal."
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis-garis lalu bersabda, "Ini adalah manusia, ini angan-angannya dan ini adalah ajalnya. Maka tatkala manusia berjalan menuju angan-angannya tiba-tiba sampailah dia ke garis yang lebih dekat dengannya (daripada angan-angannya �pent)." Yakni ajalnya yang melingkupinya. (HR. Al-Bukhariy no.6418)
Inilah peringatan dari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam agar memendekkan angan-angan dan merasakan dekatnya ajal dan takut kalau ajal datang kepadanya dengan tiba-tiba. Barangsiapa yang tidak mengetahui ajalnya (dan semua orang tentunya tidak tahu kapan ajalnya datang �pent.) maka dia layak untuk berjaga-jaga akan kedatangannya dan menunggunya karena khawatir jika ajal mendatanginya disaat dia terpedaya dan lengah.
Maka seorang mukmin hendaklah dia senantiasa menjaga dirinya dengan mempergunakan umurnya sebaik-baiknya dan menentang angan-angan maupun hawa nafsunya karena manusia sering terpedaya oleh angan-angannya.
'Abdullah bin 'Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati kami yang sedang memperbaiki gubuk kami. Lalu beliau bertanya, "Apa ini?" Kami menjawab, "Gubuk ini telah rusak/reyot, kami sedang memperbaikinya." Maka beliau pun bersabda, "Tidaklah aku melihat urusan ini (dunia) melainkan lebih cepat dari gubuk ini." (HR. At-Tirmidziy no.2335)
Kita memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang zuhud terhadap dunia, aamiin. Wallaahu A'lam.

Maraaji': Syarh Riyaadhish Shaalihiin 2/193-194, Maktabah Ash-Shafaa, Al-Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah hal.351, Syarh Al-Arba'iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.104-107, At-Ta'liiqaat 'alal Arba'iin An-Nawawiyyah hal.107-108.

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH...

Kamis, 08 Maret 2012

AWAS! JANGAN DEKATI ZINA!


AWAS! JANGAN DEKATI ZINA!

(وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا)

“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)

Penjelasan makna ayat

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا

Dan janganlah kalian mendekati zina.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di dalam tafsirnya, “Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً

Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah dosa yang sangat besar.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

Asy-Syaikh As-Sa’di berkata, “Allah subhanahu wata’ala menyifati perbuatan ini dan mencelanya karena ia (كَانَ فَاحِشَةً) adalah perbuatan keji.

Maksudnya adalah dosa yang sangat keji ditinjau dari kacamata syariat, akal sehat, dan fitrah manusia yang masih suci. Hal ini dikarenakan (perbuatan zina) mengandung unsur melampaui batas terhadap hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita, keluarganya dan suaminya. Dan juga pada perbuatan zina mengandung kerusakan moral, tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

وَسَاءَ سَبِيلًا

dan (perbuatan zina itu adalah) suatu jalan yang buruk.

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Dan zina merupakan sejelek-jelek jalan, karena ia adalah jalannya orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan melanggar perintah-Nya. Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang menyeret pelakunya kedalam neraka Jahannam.” (Tafsir Ath-Thabari, 17/438)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan lafazh ayat (yang artinya) “suatu jalan yang buruk” dengan perkataannya, “Yaitu jalannya orang-orang yang berani menempuh dosa besar ini.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 457)

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala mengabarkan tentang akibat perbuatan tersebut. Bahwasannya perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan. Karena yang demikian itu dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan kerendahan di dunia serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di akhirat. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 206)

Hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan zina

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah subhanahu wata’ala melarang perbuatan zina, maka Allah subhanahu wata’ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Disebutkan dalam kaedah fiqih:

(وَسَائِلُ اْلأُمُورِ كَالْمَقَاصِدِ)

Perantara-perantara seperti hukum yang dituju.

Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Diantara perkara yang dapat mengatarkan seseorang kepada zina adalah:

1.   Memandang wanita yang tidak halal baginya

Penglihatan adalah nikmat Allah subhanahu wata’ala yang sejatinya disyukuri hamba-hambanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl: 78). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Justru digunakan untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala. Untuk melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih di era globalisasi ini dengan segenap kecanggihan teknologi dan informasi, baik dari media cetak maupun elektronik, seperti internet, televisi, handphone, majalah, koran, dan lain sebagainya, yang notabene-nya menyajikan gambar wanita-wanita yang terbuka auratnya. Dengan mudahnya seseorang menikmati gambar-gambar tersebut. Sungguh tak sepantasnya seorang hamba yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu.

Pandangan adalah sebab menuju perbuatan zina. Atas dasar ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Katakanlah (wahai nabi), kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.” (An-Nur: 30-31)

Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari: zina, homosex, lesbian, dan agar tidak tersingkap serta terlihat manusia. (Lihat Adhwa’ Al-Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi 6/126)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah perintah Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang diperbolehkan untuk dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya dari perkara yang diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang perkara yang diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari shahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku bertanya kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pandangan secara tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/399)

Manakala perbuatan zina bermula dari pandangan, Allah subhanahu wata’ala menjadikan perintah menahan pandangan lebih dikedepankan ketimbang menjaga kemaluan. Karena semua kejadian bersumber dari pandangan. Sebagaimana api yang besar bermula dari api yang kecil. Bermula dari pandangan, lalu terbetik di dalam hati, kemudian melangkah, akhirnya terjadilah perbuatan zina. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 207)

2.    Menyentuh wanita yang bukan mahramnya

Menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perkara yang di anggap biasa dan lumrah ditengah masarakat kita. Disadari atau tidak, perbuatan tersebut merupakan pintu setan untuk menjerumuskan anak Adam kepada perbuatan fahisyah (keji), seperti zina. Oleh karena itu, Islam melarang yang demikian itu, bahkan mengancamnya dengan ancaman yang keras. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ)

“Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits tersebut juga sebagai dalil tentang haramnya berjabat tangan dengan wanita (yang tidak halal baginya). Dan sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini terjerumus dalam masalah ini. (Lihat Ash-Shahihah, no. 1/395)

Dalam hadits lain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ )(زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan diperoleh hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

3.    Berkhalwat (berduaan) di tempat sepi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya yang agung:

(لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ)

“Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Betapa banyak orang yang mengabaikan bimbingan yang mulia ini, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kita berlindung kepada-Nya dari perbuatan tersebut.

Ber-khalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya adalah haram. Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali ketiganya adalah setan. Apa dugaan anda jika yang ketiganya adalah setan? Dugaan kita keduanya akan dihadapkan kepada fitnah. Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat dengan sopir. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi, sementara dia mempunyai istri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan istri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, kecuali jika disertai mahramnya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, 6/369)

4. Berpacaran

Berpacaran adalah suatu hal yang lumrah di kalangan muda-mudi sekarang. Padahal, perbuatan tersebut merupakan suatu perangkap setan untuk menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam perbuatan zina.

Dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya, yang notabene merupakan zina mata, lisan, hati, pendengaran, tangan, dan kaki.

Itulah diantara hal-hal yang dapat mengantarkan anak cucu Adam kepada perbuatan zina. Barangsiapa menjaganya, selamatlah agamanya, insya Allah. Sebaliknya, barangsiapa lalai dan menuruti hawa nafsunya, kebinasaanlah baginya. Kita berlindung kepada Allah I dari kejelekan diri-diri kita. Amin.

Kerusakan yang disebabkan perbuatan zina

Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk kerusakan yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan) maupun penjagaan kehormatan, dan menyebabkan permusuhan diantara sesama manusia.

Al Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa zina.” Kemudian beliau v menyebutkan ayat ke-68 sampai ayat ke-70 dari surat Al Furqan. (Lihat Al-Jawab Al-Kafi, hal 207)

Nasehat untuk kaum muslimin

Para pembaca yang kami muliakan, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati seorang hamba, itu semua akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Yang pada hari itu anggota badan seorang hamba; tangan, kaki, dan kulit akan menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat. Manusia adalah tempat kesalahan dan dosa. Semua anak cucu Adam pernah berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang paling cepat bertaubat.

Tolak ukur kebaikan seorang hamba bukanlah terletak pada pernah atau tidaknya dia berbuat kemaksiatan. Akan tetapi yang menjadi tolak ukur adalah orang yang segera bertaubat manakala berbuat kemaksiatan, serta tidak terus menerus berada dalam kubangan kemaksiatan.

Segeralah bertaubat, wahai hamba-hamba Allah, sebelum ajal menjemputmu! Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (An-Nisaa’: 17-18)

Kamis, 01 Maret 2012

Kewajiban Menuntut Ilmu...

Menuntut Ilmu merupakan kewajiban umat islam seluruhnya baik yang laki maupun yang perempuan.sebagaimanan telah di sabdakan oleh Rasulullah SAW bahwa :"Menuntut Ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki2 dan muslimat perempuan ".sudah jelas bukan menutut ilmu merupakan salah satu kewajiban kita.